Ritual
balimau sumatra barat
Tak ada keraguan saat menunjuk Sumatera Barat
sebagai salah satu pusat Islam di Indonesia. Bahkan nilai-nilai Islam di daerah
beribukotakan Padang ini sudah menyatu dalam kehidupan sehari-harinya
masyarakatnya.
Sebagai gambarannya bisa dipetik dari makna ungkapan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato adat mamakai. Maksudnya, hukum adat berdasarkan hukum agama, hukum agama berdasarkan Al-Quran. Ketentuan adat dan tradisi di sana tak boleh bertentangan dengan hukum agama. Itulah sebabnya, tradisi yang tak bertentangan dengan agama tetap hidup.
Kendati demikian ada juga tradisi yang masih hidup kendati sudah melahirkan pro dan kontra. Salah satunya adalah Tradisi Balimau yang biasanya dilakukan sehari sebelum masuk ramadhan. Menjelang sore, warga mandi masal di sungai dan danau. Sungai Batang Kalawi, Lubuk Minturun, Lubuk Paraku, Lubuk Hitam dan Kayu Gadang, adalah lokasi favorit mandi Balimau ini.
Sejumlah penduduk bahkan membawa daun pandan, buah limau, bunga mawar, kenanga, dan melati. Semua bahan balimau dimasukkan ke wadah berisi air dan dengan air inilah mereka mandi lalu bercebut ke dalam sungai. Ini bak mandi kembang yang menebar keharuman.
Konon, dari sinilah muncul istilah Balimau. Mereka percaya, mandi ini selain membersihkan juga menyucikan diri. Bahkan setelah mandi mereka juga saling bermaaf-mafan. Ini dilakukan agar mereka nyaman saat menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan.
Memang dalam Islam tak ditemukan ajaran seperti Balimau ini. Itulah sebabnya, tradisi ini sempat melahirkan kecaman dari tokoh agama di Padang. Tradisi ini dinilai peninggalan Hindu yang umatnya mensucikan diri di Sungai Gangga, India.
Balimau dianggap mirip dengan Makara Sankranti, yaitu saat umat Hindu mandi di Sungai Gangga untuk memuja dewa Surya pada pertengahan Januari, kemudian ada Raksabandha sebagai penguat tali kasih antar sesama yang dilakukan pada Juli-Agustus, lalu Vasanta Panchami pada Januari-Februai sebagai pensucian diri menyambut musim semi.
Namun, niat menyucikan yang dilakukan warga Minang tentu saja berbeda dengan umat Hindu. Tak ada pula pelarangannya. Apalagi dalam tradisi ini juga ada sentuhan ke-Islam-an, yaitu beramaaf-maafan menjelang ibadah puasa.
Hanya saja yang menjadi masalah, saat Tradisi Balimau berlangsung kerap terjadi perbuatan yang dinilai maksiat. Misalnya, ada yang menjadikan Tradisi Balimau sebagai ajang pacaran. Bahkan tak sedikit lelaki yang memelototi tubuh wanita yang lekuk tubuhnya terlihat jelas sebab badannya terbalut kain basah.
Kelakuan sebagian orang itulah yang membuat tokoh agama di Minang meradang, sehingga menuding Tradisi Balimau lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Sehingga tokoh agama ada yang menentang tradisi terus dihidupkan. Sebab, mereka menilai tradisi itu sudah tak sejalan dengan filosofi “adat bersendikan syarak”.
Sebenarnya tradisi mandi suci menyambut ramadhan ini bukan hanya terjadi di Tanah Minang saja. Di sejumlah daerah juga melakukan hal yang sama. Misalnya warga Riau melakukannya di Sungai Kampar. Istilahnya juga mirip dengan di Minang, yaitu Balimau Kasai.
Di kawasan Jawa, tradisi mandi suci disebut dengan Padusan. Ini dilakukan di setiap pelosok kampung. Juga dilakukan sehari menjelang ramadhan. Padusan adalah simbol mensucikan diri dari kotoran dengan harapan bisa menjalankan puasa dengan diawali kesucian lahir dan batin. Tempat mandi yang dicari adalah yang alami. Sebab mereka percaya sumber air yang alami adalah air suci yang menghasilkan tuah yang baik.
Sebagai gambarannya bisa dipetik dari makna ungkapan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato adat mamakai. Maksudnya, hukum adat berdasarkan hukum agama, hukum agama berdasarkan Al-Quran. Ketentuan adat dan tradisi di sana tak boleh bertentangan dengan hukum agama. Itulah sebabnya, tradisi yang tak bertentangan dengan agama tetap hidup.
Kendati demikian ada juga tradisi yang masih hidup kendati sudah melahirkan pro dan kontra. Salah satunya adalah Tradisi Balimau yang biasanya dilakukan sehari sebelum masuk ramadhan. Menjelang sore, warga mandi masal di sungai dan danau. Sungai Batang Kalawi, Lubuk Minturun, Lubuk Paraku, Lubuk Hitam dan Kayu Gadang, adalah lokasi favorit mandi Balimau ini.
Sejumlah penduduk bahkan membawa daun pandan, buah limau, bunga mawar, kenanga, dan melati. Semua bahan balimau dimasukkan ke wadah berisi air dan dengan air inilah mereka mandi lalu bercebut ke dalam sungai. Ini bak mandi kembang yang menebar keharuman.
Konon, dari sinilah muncul istilah Balimau. Mereka percaya, mandi ini selain membersihkan juga menyucikan diri. Bahkan setelah mandi mereka juga saling bermaaf-mafan. Ini dilakukan agar mereka nyaman saat menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan.
Memang dalam Islam tak ditemukan ajaran seperti Balimau ini. Itulah sebabnya, tradisi ini sempat melahirkan kecaman dari tokoh agama di Padang. Tradisi ini dinilai peninggalan Hindu yang umatnya mensucikan diri di Sungai Gangga, India.
Balimau dianggap mirip dengan Makara Sankranti, yaitu saat umat Hindu mandi di Sungai Gangga untuk memuja dewa Surya pada pertengahan Januari, kemudian ada Raksabandha sebagai penguat tali kasih antar sesama yang dilakukan pada Juli-Agustus, lalu Vasanta Panchami pada Januari-Februai sebagai pensucian diri menyambut musim semi.
Namun, niat menyucikan yang dilakukan warga Minang tentu saja berbeda dengan umat Hindu. Tak ada pula pelarangannya. Apalagi dalam tradisi ini juga ada sentuhan ke-Islam-an, yaitu beramaaf-maafan menjelang ibadah puasa.
Hanya saja yang menjadi masalah, saat Tradisi Balimau berlangsung kerap terjadi perbuatan yang dinilai maksiat. Misalnya, ada yang menjadikan Tradisi Balimau sebagai ajang pacaran. Bahkan tak sedikit lelaki yang memelototi tubuh wanita yang lekuk tubuhnya terlihat jelas sebab badannya terbalut kain basah.
Kelakuan sebagian orang itulah yang membuat tokoh agama di Minang meradang, sehingga menuding Tradisi Balimau lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Sehingga tokoh agama ada yang menentang tradisi terus dihidupkan. Sebab, mereka menilai tradisi itu sudah tak sejalan dengan filosofi “adat bersendikan syarak”.
Sebenarnya tradisi mandi suci menyambut ramadhan ini bukan hanya terjadi di Tanah Minang saja. Di sejumlah daerah juga melakukan hal yang sama. Misalnya warga Riau melakukannya di Sungai Kampar. Istilahnya juga mirip dengan di Minang, yaitu Balimau Kasai.
Di kawasan Jawa, tradisi mandi suci disebut dengan Padusan. Ini dilakukan di setiap pelosok kampung. Juga dilakukan sehari menjelang ramadhan. Padusan adalah simbol mensucikan diri dari kotoran dengan harapan bisa menjalankan puasa dengan diawali kesucian lahir dan batin. Tempat mandi yang dicari adalah yang alami. Sebab mereka percaya sumber air yang alami adalah air suci yang menghasilkan tuah yang baik.
Contoh gambar dari tradsi bilimau yang ada pada sumatera barat
FILOSOFI MANDI BALIMAU
Menurut penelusuran secara diketahui
bahwa sebenarnya tradisi mandi Balimau merupakan ritual turun-temurun dari
masyarakat Desa Jada Bahri dan Desa Kimak yang berlangsung lebih kurang 300
tahun yang lalu. Konon, menurutu kepercayaan masyarakat daerah ini, tradisi ini
diperkenalkan pertama kali oleh Depati Bahrein, seorang bangsawan keturunan
Kerajaan Mataram, Yogyakarta yang melarikan diri bersama pasukan pengawalnya ke
pulau Bangka sekitar tahun 1700 dari kejaran pasukan Belanda. Pada saat
dikejar-kejar itulah kemudian Depati Bahrein melakukan ritual mandi
pertaubatan. Tradisi ini kemudian menjadi berkembang tidak hanya menjadi
upacara eksklusif untuk masyarakat desa Jada Bahri dan Desa Kimak tetapi juga
dianggap sebagai tradisi bagi masyarakat luas. Sehingga kemudian Mandi Balimau
menjadi ritual bernuansa sacral dan menjadi potret kebersamaan yang dibingkai
dengan adat istiadat yang ada dan menjadi sebuah tontonan.
Dan pada perkembangannya kemudian
mandi pertaubatan ini berkembang menjadi mandi Balimau yang dilakukan sebelum
memasuki bulan ramadhan ketika Islam datang. Upacara ini dilakukan setahuh
sekali, yaitu pada akhir bulan Sya’ban atau seminggu sebelum bulan Ramadhan,
yang dilakukan di tepi sungai.
Tata Cara Pelaksanaan
Mandi Balimau
Adapun peralatan dan bahan-bahan
yang digunakan dalam upacara ini adalah :
- Baju enam warna, yaitu : putih, hijau, merah, kuning, hitam dan kelabu. Pakaian berwarna putih secara khusus digunakan oleh pemimpin upacara. Sedangkan sisanya digunakan oleh pembantunya.
- Guci atau kendi. Guci yang digunakan adalah guci khusus yang telah berumur ratusan tahun. Guci ini digunakan sebagai tempat ramuan khusus yang akan digunakan dalam upacara Mandi Balimau.
- Ramuan khusus. Ramuan ini terbuat dari campuran air yang diambil dari sumur kampung yang telah dibacakan mantera dan dicampur dengan :
- Jeruk nipis 7 buah. Buah ini melambangkan penguasaan terhadap ilmu sakti sebagai mana penguasaan Akek Pok.
- Pinang 7 Butir. Melambangkan kesucian batin pendekar, sebagaimana Depati Baherein.
- Bonglai kering 76 iris. Melambangkan sikap pemberani, pemberantas jin dan iblis, serta ahli politik sebagaimana sifat dan keahlian Akek Jok.
- Kunyit 7 mata. Benda ini mempunyai arti bahwa orang yang rajin musuhnya iblis, dan orang malas kawannya iblis sebagaimana yang ditujukkan oleh Akek Sak.
- Mata Mukot 7 jumput dan bawang merah 7 biji. Melambangkan sifat penurut sebagaimana sifat akek Daek.
- Arang using. Melambangkan sifat sabar, pandai menyimpan rahasia, dan kuat melakukan jihad fisabilillah. Sebagaimana ditunjukkan oleh Akek Dung.
- Kain lima warna yang dipajang ditempat pelaksanaan. Adapun warna dan maknanya adalah :
- Kain warna merah, mempunyai arti panglima- Isrofil istana jantung Daging Usman.
- Kain warna kuning mempunyai arti pengrajin- Mikail Istana Urat Umar.
- Kain warna kelabu mempunyai arti pemberani- Isroil istana Jantung Tulang Ali.
- Kain warna hitam mempunyai arti Sabar penyimpan Rahasia, Bersatu Jihad-Jibroil Istana Lidah Darah Abu Bakar.
- Kain warna putih mempunyai arti kesucian-titis Nur Muhammad SAW Al Ulama Miswhatul Mursyid.
Tata Laksana
Sementara itu tata cara pelaksanaan
tradisi mandi Balimau Ini antara lain yaitu :
- Sehari menjelang pelaksanaan mandi Balimau, orang-orang mengadakan ziarah ke makam tokoh masyarakat setempat yakni Makam Depati Bahrein yang terletak di wilayah Lubuk Bunter sebagai bentuk Nampak tilas pada perjuangan beliau.
- Setelah sasmpai dimakam, para peziarah berdoa didampingi tokoh agama.
- Kemudian para peserta upacara langsung menuju ke dermaga Lubuk Bunter lebih kurang 3 meter dari lokasi makam.
- Selanjutkan menyebrangi sungai Jada
- Sementara itu sang pemimpin upacara menyiapkan ramuan khusus, yaitu air yang diambil dari sumur kampung yang telah dibacakan mantera dan dicampur dengan ramuan yang terdiri dari jeruk nipis, pinang, bonglai, kunyit, bawang merah, kenanga dan bunga mawar. Dimana ia juga harus menyiapkan 5 kain dengan warna berbeda yang melambangkan kekuatan pengawal Depati Bahrein. Lalu ramuan keramat tersebut dibungkus dan dimasukkan dalam tas berisi kain lima warna.
- Pada hari berikutnya, pemimpin upacara menuju tempat pelaksanaan upacara dengan menggunakan pakaian putih dengan dikawal oleh para pengawal yang mengenakan pakaian berwarna hitam, abu-abu, kuning, merah dan hijau.
- Setelah semua persiapan cuku, acara balimau dimulai.
- Dan kemudian peserta mengucapkan niat sebelum memulai.
- Kemudian pemmimpin upacara dengan didampingin lima laki-laki dengan mengenakan kain hijau, merah, kuning, hitam dan kelabu membaca doa dan memantrai air ramuan yang ada dalam kendi. Setelah itu air ramuan tersebut disiramkan kepada warga.
- Acara pemandian dimulai dengan membasahi telapak tangan kanan dan dilanjutkan dengan tangan kiri, jika dalam upacara ini hadir pejabat penting, maka para pejabat tersebut dimandikan terlebih dahulu.
- Kemudian dilanjutkan dengan membasuh kaki kanan lalu kaki kiri.
- Setelah itu membasahi ubun-ubun.
- Kemudian dilanjutkan dengan seluruh badan.
- Setelah semua peserta upacara selesai mandi. Kemudian dipentaskan tarian Nampi.
- Setelah itu dilanjutkan dengan pelaksanaan tradisi adat Sepintu Sedulang, yaitu membawa makanan secara bergotong-royong di suatu tempat, seperti masjid.
- Dan setelah itu acara selesai.
Adapun doa dan mantra yang digunakan
antara lain yaitu :
- Surat Yasin, ketika melakukan ziarah ke makam Depati Bahrein
- Mantra untuk membuat ramuan keramat
- Doa memulai mandi